Senin, 23 September 2019

Budaya Organisasi Pendidikan Islam

Budaya Organisasi Pendidikan Islam

 Pendahuluan
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian manusia, dari budaya dapat terbentuk identitas seseorang, identitas masyarakat bahkan identitas suatu lembaga khususnya lembaga pendidikan Islam. Dalam lembaga pendidikan Islam secara umum terlihat adanya budaya yang telah melekat dalam tatanan pelaksanaannya, serta memberikan inovasi pendidikan Islam dengan cepat. Budaya tersebut dapat berupa nilai-nilai religius, filsafat, etika dan estetika yang terus dilakukan. Budaya organisasi terutama di lembaga pendidikan Islam, memegang peranan penting, sebab menjadikan lembaga tersebut lentur, fleksibel dan elastis, sebagaimana budaya yang tidak akan pernah mengalami kemunduran dan akan menjadi sangat sempurna jika dipadu dengan agama yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah. Tidak sedikit yang mengatakan bahwa agama termasuk dalam lingkup budaya. Itupun jika umat beragama mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan budayanya, sedangkan bila tidak, maka justru akan menjadikan budaya umat yang termarginalkan dalam persaingan di dunia pendidikan itu sendiri.
Pemimpin lembaga pendidikan Islam berusaha untuk menggagas, mengembangkan dan menginternalisasikan potensi dan nilai-nilai budaya pada lembaganya agar seluruh warga lembaga pendidikan Islam mampu mempersepsikan dirinya dan mampu merespon dan berkomunikasi dengan lingkungan lembaganya. Dalam kaitan ini, budaya organisasi merupakan sebuah nilai dan prilaku yang harus diorientasikan secara aktif dalam mengembangkan lembaga pendidikan Islam dan memberi bekal kepada seluruh warganya untuk dapat melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi.
Antara lembaga pendidikan Islam dan budaya organisasi terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya dengan suatu hal sama yaitu nilai-nilai. Seorang pemimpin lembaga pendidikan Islam mempunyai kemampuan untuk menciptakan budaya dan fungsi budaya di lembaganya. Dengan terbangunnya pondasi budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam yang kuat, sangat memungkinkan masuknya ide-ide baru ke dalam lembaga tersebut. Dan apabila seorang pemimpin lembaga pendidikan Islam melakukan interaksi-interaksi dengan lembaga dari dalam dan luar negeri, diharapkan nantinya mampu menginspirasi pemimpin lembaga tersebut untuk dapat mengembangkan budaya yang ada di lembaganya sendiri ke arah yang lebih baik, demi mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan.

Pembahasan

A.    Pengertian Budaya Organisasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, budaya (culture), diartikan sebagai: pikiran, adat, istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar di ubah. Dalam pemakaian sehari-hari, biasanya mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi (tradition). Dalam hal ini tradisi diartikan sebagai ide-ide umum, sikap dan kebiasaan kelompok dalam masyarakat tertentu. Beberapa pengertian budaya dalam perspektif para pakar, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Gibson Ivancevich Donnely, Budaya mengandung pola, baik eksplisit maupun implisit dari dan untuk perilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan dalam simbol menunjukkan hasil kelompok manusia secara berbeda, termasuk benda-benda hasil ciptaan manusia. Inti utama dari budaya terdiri dari ide tradisional dan terutama pada nilai menyertai.
2. Menurut Richard A. Shweden, Budaya sebagai gagasan-gagasan yang bersifat khusus suatu masyarakat berkenaan dengan hal-hal yang dianggap benar, baik, indah dan efisien yang harus disosialisasikan dan dibiasakan secara turun temurun
3. Menurut Nedler, Budaya sebagai kebiasaan yang dikembangkan orang untuk mengatasi perubahan. Suatu budaya dimanifestasikan terhadap perilaku yang dapat diamati. Suatu kultur juga tidak berada dalam pemikiran seseorang melainkan berada dalam tindakan nyata. Tetapi juga tidak berarti bahwa semua tingkah laku orang yang dalam organisasi merupakan kultur

Sedangkan untuk pengertian budaya organisasi, antara lain sebagai berikut: 
1.Menurut Schein, budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi.
2.Menurut Tunstal, budaya organisasi adalah suatu konstelasi umum mengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi.
3.Menurut Andrew Brown, budaya organisasi merupakan pola kepercayaan, nilai-nilai, dan cara yang dipelajari menghadapi pengalaman yang telah dikembangkan sepanjang sejarah organisasi yang memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku anggota organisasi.
4.Menurut Wirawan, budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan.

Budaya organisasi adalah sebuah karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi yang dianut oleh para anggotanya sehingga membedakan organisasi satu dengan lainnya. Pola dasar budaya merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan efektivitas organisasi. Selain itu, misalnya budaya suatu lembaga akan berpengaruh juga terhadap bentuk lembaga tersebut dan yang paling penting adalah budaya berhubungan erat dengan kualitas. Hal ini dikemukakan Cameron K.S dan Freeman S.J dalam S. Nur Hidayah terbagi empat pola dasar budaya organisasi, yaitu: (Hidayah, 2016: 28).

a.         Adhocracy culture: menekankan pada kreativitas, proaktif, dan inovasi dengan karakteristik yang bersifat flexibel, mudah beradaptasi, dan berorientasi eksternal.
b.       Clan culture: menekankan pada komitmen karyawan, loyalitas, keterbukaan, moral, partisipasi, kerjasama tim, dengan karakteristik yang bersifat flexible dan berorientasi internal.
c.        Market culture: menekankan pada pencapaian tujuan, produktivitas, penyelesaian tugas, keuntungan, serta efisiensi dengan karakteristik yang menyukai kestabilan dan pengendalian.
d.   Hierarchy culture: fokus pada perintah, keseragaman, stabilitas, dan pengendalian. Nilai yang dikembangkan adalah pengambilan keputusan yang terpusat, prosedurnya adalah pengambilan keputusan yang terpusat, prosedural, dan pengukuran terstandar.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa budaya organisasi membentuk pola nilai-nilai, sikap-sikap, kepercayaan, kebiasaan-kebiasaan seseorang maupun kelompok dengan mempengaruhi perilaku kerja dan cara bekerja yang baik dalam organisasi. Di sisi lain juga budaya organisasi dapat dijelaskan sebagai sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi sehingga menghasilkan norma-norma perilaku.
Pada dasarnya, budaya ini diyakini mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisasi. Budaya juga merupakan suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah tersebut.

B.     Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya. Menurut Robbins fungsi budaya organisasi sebagai berikut: (S. P. Robbins, 1996: 294).
1.        Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.        Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.        Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual seseorang.
4.        Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.        Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Dalam pengertian lain, hal ini budaya organisasi juga mempunyai fungsi yang sejalan dengan yang telah dijelaskan, antara lain yaitu: Pertama, memberikan identitas organisasi kepada anggotanya; Kedua, memudahkan komitmen kolektif; Ketiga, mempromosikan stabilitas sistem sosial; dan Keempat, membentuk perilaku dengan manajer merasakan keberadaannya. 

C.    Tipe Budaya Organisasi
Neo dan Mondy membedakan tipe budaya organisasi dalam dua kelompok, antara lain:

1)        Open and participative culture; dan
2)        Closed and autocratic culture.

Open and participative culture ditandai oleh adanya kepercayaan terhadap bawahan, komunikasi yang terbuka, kepemimpinan yang penuh suportif dan penuh perhatian, penyelesaian secara kelompok, adanya otonomi pekerja, sharing informasi dan pencapaian tujuan yang output-nya tinggi.
Closed and autocratic culture ditandai oleh pencapaian tujuan output yang tinggi, namun pencapaian tersebut lebih dinyatakan dan dipaksakan pada organisasi dengan para pemimpin yang otokrasi dan kuat.

D.    Pembentukkan Budaya Organisasi
Pada hakekatnya budaya organisasi adalah sebuah pergerakkan kelompok, oleh sebab itu terbentuknya budaya organisasi tidak terlepas dari dukungan kelompok yang terbentuk dalam waktu yang cukup lama. Dalam pembentukan organisasi juga tidak terlepas dari seorang leader atau tokoh (top manager) yang secara ketat menerapkan visi, misi dan nilai-nilai organisasi kepada para bawahannya, sehingga dalam waktu tertentu menjadi kebiasaan dan dijadikan acuan oleh seluruh anggotanya untuk bertindak dan berperilaku.
Seperti yang dikutip Ara Hidaya dan Imam Machali (2012: 99), pembentukan budaya menurut Stephen P. Robbins digambarkan sebagai berikut:




Dari gambar di atas, menjelaskan bahwa dalam proses pembentukan budaya organisasi telah melalui tahap-tahap yaitu pendiri pendiri memili asumsi, persepsi, dan nilai-nilai yang harus diseleksi terlebih dahulu. Dengan demikian, dari hasil seleksi tersebut akan dimunculkan kepermukaan yang nantinya menjadi karakteristik budaya organisasi. Berikut ini penjelasannya:

1.    Seleksi. Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan memperkerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan peketjaan dengan sukse di dalam organisasi itu.
2.      Manajemen Puncak. Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi.
3.      Sosialisasi. Proses adaptasi karyawan dengan budaya organisasi. Dan terdapat tiga tahap yaitu:

a.       Tahap Pra-kedatangan. Kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang anggota (civitas) baru bergabung dengan organisasi itu. Mereka datang dengan serangkaian nilai, sikap dan perilaku yang telah dimiliki sebelumnya. Disinalah muncul heteroginitas budaya.

b.      Tahap Keterlibatan. Tahap dalam proses sosialisasi dimana seorang anggota (civitas) baru menaksirkan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Pada tahap ini, sering teradi konflik antara persepsi semula dengan realitas yang mereka temukan pada organisasi yang baru mereka masuki. Mereka dituntut untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut selama masa orientasi berlangsung.

c.       Tahap Metamorfosis. Tahap dalam proses sosialisasi di mana seorang anggota (civitas) baru menyesuaikan diri pada norma dan nilai kelompok kerjanya. Mereka sudah bisa menghayati dan menerima norma-norma organisasi dan kelompok kerja mereka. Disinilah suatu organisasi akan menerima hasil dari proses sosialisasi yang berupa produktivitas, komitmen dan perputaran.

E.     Urgensi Budaya Organisasi di Lembaga Pendidikan Islam
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, serta simbol yang memengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta kebiasaan seseorang dan masyarakat. Pada awalnya, pemimpin lembaga pendidikan Islam pasti memiliki visi, misi dan tujuan tertentu yang diberikan setiap elemen yang ada di lembaga pendidikan Islam. Seorang pemimpin memberi contoh, kemudian diikuti bawahan. Akhirnya kebiasaan-kebiasaan tersebut akan menjadi budaya jika semuanya, baik pemimpin maupun bawahan memperaktikkannya Adapun kaitannya dengan peran budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam, menurut Purwanto, budaya organisasi memiliki lima peran, yaitu
1.Budaya memberikan rasa memiliki identitas dan kebanggaan bagi karyawan, yaitu menciptakan perbedaan yang jelas antara organisasinya dengan yang lain.
2. Budaya mempermudah terbentuknya komitmen dan pemikiran yang lebih luas daripada kepentingan seseorang.
3.Memperkuat standar perilaku organisasi dalam membagun pelayanan superior pada pelanggan.
4.Budaya menciptakan pola adaptasi.
5. Membangun sistem kontrol organisasi secara menyeluruh.

Dalam Islam, Rasulullah SAW sebagai panutan umat Muslimin, memandang orang lain sebagai manusia yang utuh dan dianggap sebagai sahabat atau kawan, termasuk kepada pembantunya sendiri. Rasulullah SAW tidak menganggap pembantunya sebagai bawahan tetapi merupakan saudara bagi beliau, sehingga apa yang beliau makan dan beliau pakai tidak berbeda dengan apa yang dimakan dan dipakai oleh pembantunya. Jika pimpinan lembaga penndidikan mampun meniru sikap yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW ini tentu akan memberikan pengaruh yang berbeda di lembaga pendidikan Islam. Iklim kerja akan terasa nyaman dan dapat memunculkan berbagai macam kreativitas-kreativitas baru yang dimunculkan oleh anggota lembaga pendidikan Islam. Namun jika bawahan berada di bawah tekanan yang begitu kuat dari pimpinan, maka seorang bawahan tidak akan berprestasi dan hanya akan mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya.
Begitu pentingnya budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam, bisa tercerminkan dari keberhasilan Rasulullah SAW dalam membentuk suasana kerja yang nyaman kepada para sahabatnya, hal ini disebabkan oleh sikap beliau yang sangat penyayang kepada seluruh umatnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran, ayat : 159

Artinya; “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhat ikasar ,tentulah mereka menjauhkan diri dar isekelilingmu .karena itu ma›afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”

Pada awal kemunculannya, budaya organisasi yang dibentuk di lembaga pendidikan Islam biasanya mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendiriannya yang dipengaruhi oleh cita-cita internal dan tuntutan eksternal yang melingkupinya, sebagai sebuah fenomena kelompok, proses kemunculan budaya memakan waktu yang cukup lama dan pada umumnya melibatkan seorang tokoh (pimpinan puncak) yang mengintroduksikan visi dan misi kepada stafnya, kemudian dijadikan acuan oleh seluruh anggota kelompok.29 Budaya organisasi yang terbentuk di lembaga pendidikan Islam pada dasarnya memakan waktu yang tidak sebentar dan tidak jarang yang naik turun dalam proses pembentukannya. Namun, pada hakekatnya budaya organisasi yang terbentuk di lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pengalaman setiap elemen secara komulatif dari pendirinya dan juga dari lingkungan masyarakat sejak lembaga tersebut berdiri hingga saat ini.
Pada organisasi yang dikelola dengan baik, setiap orang dalam lembaga pendidikan Islam menganut budaya mereka. Budaya yang kuat berperan dalam dua hal, yaitu:
   1.  Mengarahkan perilaku. Karyawan mengerti bagaimana harus bertindak dan apa yang diharapkan  dari mereka.
2. Budaya yang kuat memberi karyawan pengertian akan tujuan, dan membuat mereka berpikiran positif terhadap perusahaan. Mereka mengerti apa yang ingin dicapai perusahaan mencapai sasaran tersebut. Budaya berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Jika organisasi memiliki budaya yang kuat, organisasi dan karyawannya akan memiliki perilaku yang seiring dan sejalan

Kesimpulan
Budaya organisasi merupakan perekat, pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu, kepercayaan, nilai, norma perilaku yang diterima dan disosialisasikan secara berkesinambungan sebagai pembentuk karakteristik lembaga pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan eksternal dan integrasi internal, serta merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus, serta budaya organisasi merupakan suatu cara pandang yang sama bagi sebagian besar orang terhadap lembaga pendidikan Islam.

Budaya organisasi dibentuk oleh pemimpin lembaga pendidikan Islam dan juga merupakan salah satu fungsi dari pemimpin tersebut yang sangat menentukan. Pengaruh pemimpin lembaga pendidikan Islam pada pembentukan budaya organisasi, menjadi inti dari budaya awal lembaga pendidikan tersebut. Urgensi budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam dapat mengembangkan budaya yang telah ada di lembaga tersebut menuju arah keberhasilan dan kesuksesan yang lebih baik lagi dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.



Daftar Pustaka

Djatmiko, Yayat Hayati. 2008. Perilaku Organisasi. Bandung: PT. Alfabeta.

Greenberg, Jerald dan Robert A. Baron. 1997. Behavior in Organizations, Understanding
and Managing The Human Side of Work. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press.

Harrison, Laurence dan Huntington. 2000. Culture Matters, How Values Shape Human
Progress. New York: Basic Books.

Komariah, Aan dan Chepi Triatna. 2006. Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif.
Bandung: Bumi Aksara.

Marno dan Triyo Supriyatno. 2009. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam.
Bandung: Refika Aditama.

Mohyi, Ach. 1999. Teori Dan Perilaku Organisasi. Malang: UMM Press.

Nawawi, Hadari. 2006. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Purwanto, Ngalim. 2008. Budaya Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi, Edisi.5. Jakarta: Erlangga.
Saefullah, U. 2012. Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.

Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Sobirin, Ahmad. 2009. Budaya Organisasi (Pengertian, Makna dan Aplikasinya dalam
Kehidupan Organisasi). Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran.
Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Tika, Moh. Pabundu. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.