Resensi
Buku
Saat
ini bukan hal aneh lagi jika kita melihat prilaku anak-anak yang sikapnya
manja, tidak ada sopan santun terhadap orang lain bahkan melakukan tindakan negatif
yang seharusnya tidak pantas dilakukan oleh seorang anak. Hal ini dapat dilihat
pada media elektronik seperti televisi yang kerap kali memberitakan tentang
prilaku anak yang negative. Selain itu juga, bisa dilihat dalam proses
pembelajaran selama di sekolah, ada anak-anak yang tidak bisa diatur, ada juga
yang bertengkar dengan temannya, ada juga yang suka menghina temannya bahkan
ada juga yang tidak sopan dengan gurunya dan prilaku-prilaku negative lainnya. Prilaku-prilaku
seperti itu, sering kali menimbulkan pertanyaan bagi orang tua, guru dan
masyarakat, “Mengapa anak saya seperti
itu?”. Hal ini lah yang terjadi di zaman saat ini, orang tua yang memberikan
kebebasan kepada anak-anaknya tanpa menyaringnya , membuat pola pikir anak
tersebut menjadi keblabasan sehingga anak-anak belum bisa membedakan mana yang
benar maupun yang salah. Maka dari itu, sebagai orang tua harus bisa menjadi
guru bagi anak-anaknya, tidak hanya mengajari melainkan juga mendidiknya ,
sehingga ketika dewasa nanti, mereka menjadi anak-anak yang berkarakter, baik
itu dari segi intektual, emotional dan spiritual.
Dalam
pembentukkan karakter anak, dimulai dan ditanamkan sejak anak sedini mungkin
karena usia dini merupakan waktu yang tepat untuk anak dalam menemukan hal-hal
yang baru terutama dalam pembentukkan mental salah satunya adalah rasa percaya
diri. Rasa percaya diri merupakan salah satu komponen yang penting dalam
membentuk karakter anak karena rasa percaya diri merupakan modal dasar anak
untuk berhasil di dalam kehidupan pembelajarannya. Dengan adanya rasa percaya
diri akan membentuk keberanian anak untuk mengeksplorasi semua potensi yang
dimiliki anak. Menurut Inge Pudjiasti Adywibowo, rasa percaya diri adalah
keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan prilaku
tertentu atau mencapai target tertentu. Rasa percaya diri bukan merupakan bakat
(bawaan), melainkan kualitas mental, artinya kepercayaan diri merupakan
pencapaian yang dihasilkan dari proses pendidikan. Jadi, untuk meningkatkan
rasa percaya diri anak harus dilatih dan dibiasakan dan hal itu didapat dari
lingkungan, terutama dari orang tua dan guru.yang memiliki peran besar dalam
kehidupan anak.
Buku
“7 Cara Meningkatkan Rasa Percaya Diri anak” yang ditulis oleh Timothy
Wibowo turut memberikan inspirasi dalam kemajuan pendidikan. Pendahuluan buku
ini menjelaskan tentang pentingnya rasa percaya diri. Hal ini tertuang pada
sebuah kisah yang diterjemahkan dari buku “chicken
soup for the college soul”. Buku ini menceritakan tentang seorang gadis
yang berusia 17 tahun dengan latar belakang sosial ekonominya rendah, tetapi
memiliki mimpi yang sangat besar yaitu kuliah di Amerika. Dengan tekad yang
dimilikinya, ia menghampiri seorang guru bahasa inggris yang mengajar di salah
satu sekolah international dan ia pun menyampaikan keinginannya pada guru
tersebut. Akhirnya, ia dapat mengikuti les tambahan bahasa inggris dengan guru
tersebut. Dia pun semakin bersemangat untuk belajar dan seiring waktu kemampuan
bahasanya semakin meningkat, hingga suatu ketika ada beasiswa untuk kuliah di
Amerika. Awalnya guru tersebut pesimis terhadap gadis itu karena ada beberapa
syarat yang belum dipenuhi oleh gadis tersebut. Akan tetapi, tidak membuat
gadis tersebut patah semangat, bahkan sebaliknya dia semakin yakin dan terus
berusaha, hingga pada akhirnya dia mendapatkan beasiswa tersebut dan gadis
itupun telah meraih mimpinya. Kemudian gurunya menyadari bahwa bukan kecerdasan
saja yang membawa kesuksesan, tetapi juga hasrat untuk sukses, komitmen untuk
bekerja keras dan keberanian untuk percaya akan dirimu sendiri. Dari cerita
tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk meraih mimpi, tidak hanya butuh
kecerdasan tetapi tekad, semangat, keberanian dan percaya diri merupakan hal
yang penting untuk meraih mimpi.
Timothy
Wibowo dalam bukunya memberikan paparan bahwa rasa percaya diri adalah modal
dasar untuk sukses di segala bidang. Hal itu dapat dilihat ketika kisah seorang
anak yang berusaha untuk berjalan. Seandainya jika anak-anak takut menghadapi
kegagalan, niscaya mereka tidak akan bisa berjalan seperti ini dikarenakan
untuk berjalan, banyak kesulitan yang dihadapi dan tidak sedikit rasa sakit
yang harus ditanggung. Dengan kata lain, sejak dini sebenarnya anak-anak sudah
memiliki rasa percaya diri, hanya saja terkadang faktor lingkunganlah yang
membuat anak-anak menjadi pemalu, penakut dan tidak percaya diri. Timothy
wibowo juga menjelaskan 2 faktor penyebab anak memiliki rasa percaya diri yang
rendah yaitu pola asuh yang salah dan trauma. Pertama pola asuh yang salah
dapat menyebabkan perkembangan kemandirian sosial anak terhambat, misal orang
tua dengan pengasuhan yang otoriter, cara mendidik yang salah dan berdasar pada
ancaman, pemukulan dan kekerasan lainnya. Kedua trauma, penyebabnya berasal dari
pengalaman atau hal-hal yang tidak menyenangkan di masa lalunya, misal salah
mengerjakan soal di sekolah, dia disuruh berdiri dipojok kelas sehingga malu,
hal ini menyebabkan anak takut untuk menjawab pertanyaan lagi. Selain itu,
dalam lingkungan sosialnya dapat saja dihina, diejek dan ditertawakan oleh
teman-temannya.
Maka
dari itu, untuk meningkatkan rasa percaya diri anak tidak hanya dari dalam diri
anak itu sendiri, tetapi faktor lingkunganlah yang juga berperan besar dalam menentukan
kepercayaan diri anak. Ada tujuh cara meningkatkan rasa percaya diri anak
menurut Timothy Wibowo, yaitu mengevaluasi pola asuh, pujian yang tepat, agenda
sosialisasi, kenalkan anak pada beragam karakter melalui cerita, bermain peran,
biarkan kesalahan terjadi dan berikan resiko teringan, dan pahami kepribadian
anak. Pertama mengevaluasi pola asuh, idealnya setiap orang tua bersikap
demokratis, memegang kendali namun tetap memberikan kebebasan anak untuk
berpendapat karena sikap orang tua yang seperti itu akan mudah diterima anak
sesuai dengan persepsinya saat itu. Selain itu orang tua adalah teladan bagi
anak-anaknya, sehingga jika pola asuhnya salah, maka hal itulah yang akan
ditiru anak di kemudian hari. Jadi, anak
perlu diajarkan untuk memiliki rasa percaya diri yaitu mempunyai perasaan yang
teguh pada pendirian, tabah apabila menghadapi masalah, kreatif dalam mencari
jalan keluar,, ambisi dalam mencapai sesuatu, perasaan yang konstruktif, hormat
pada orang lain dan bersyukur pada apa yang dimilikinya. Kedua pujian yang
tepat, menurut Shari Young Kuchenbeker, anak-anak merasa lebih senang dan mampu
menghadapi tantangan ketika mereka mendapatkan pujian atas usahanya bukan
pujian atas talentanya. Ketiga agenda sosialisasi, artinya memberikan
kesempatan kepada anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya, misal bermain
dengan teman. Keempat kenalkan anak pada beragam karakter melalui cerita, artinya
hal ini dapat dilakukan dengan memberikan cerita yang disesuaikan dengan
karakteristik anak sehingga dapat menarik perhatian anak dan anak tidak merasa
bosan dengan kegiatan tersebut. Kelima bermain peran, hal ini untuk melatih
komunikasi anak agar dapat berinteraksi dengan orang lain. Keenam biarkan
kesalahan terjadi dan berikan resiko teringan, artinya jika anak melakukan kesalahan
atau tidak bisa menyelesaikan tugas, bukan berarti orang tua langsung
memberikan solusi, melainkan membimbingnya saja hingga anak dapat
menyelesaikannya sendiri asalkan tidak membahayakannya. Ketujuh pahami
kepribadian anak, berarti menyingkat waktu untuk menebak-nebak, berusaha
mengerti dan memahami anak berdasarkan tipologi kepribadiannya yaitu
melankolis, korelis, phlegmatis dan sanguinis.
Buku
ini memiliki beberapa keunggulan yaitu penyajian
materinya sangat baik karena bahasa yang digunakan lugas dan memiliki ilustrasi
yang menarik berupa gambar-gambar tentang kehidupan anak. Selain itu,cover yang
digunakan berwarna dan simple, ilustrasi gambar yang digunakan berwarna dan
sesuai dengan maksud pesan yang ingin disampaikan penulis. Buku ini juga menggunakan
ungkapan yang santun dengan bahasa yang komunikatif sehingga mudah dipahami
oleh pembaca. Kemudian, yang paling penting materi yang disampaikan sesuai
dengan kehidupan nyata atau kehidupan sehari-hari, sehingga ketika membacanya
mendapatkan “feel” tentang pesan yang
ingin disampaikan oleh penulis.
Buku ini sangat cocok untuk orang
tua dan guru, karena buku ini menjelaskan tentang kehidupan anak-anak dan
memberikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
anak. Akan tetapi, buku ini hanya cukup ideal untuk orang tua yang kategori
sosial ekonominya dari menengah sampai ke atas yang biasanya tinggal di daerah
perkotaan. Sedangkan untuk orang tua yang masih mengutamakan pemenuhan
kebutuhan pokok nampaknya upaya-upaya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak
masih lemah. Maka dari itu, untuk kondisi orang tua yang seperti itu,
diperlukanlah guru yang dapat meningkatkan rasa percaya diri anak sesuai dengan
maksud yang disampaikan oleh penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar