Budaya Organisasi
Pendidikan Islam
Pendahuluan
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa budaya adalah dasar
terbentuknya kepribadian manusia, dari budaya dapat terbentuk identitas
seseorang, identitas masyarakat bahkan identitas suatu lembaga khususnya
lembaga pendidikan Islam. Dalam lembaga pendidikan Islam secara umum terlihat
adanya budaya yang telah melekat dalam tatanan pelaksanaannya, serta memberikan
inovasi pendidikan Islam dengan cepat. Budaya tersebut dapat berupa nilai-nilai
religius, filsafat, etika dan estetika yang terus dilakukan. Budaya
organisasi terutama di lembaga pendidikan Islam, memegang peranan penting,
sebab menjadikan lembaga tersebut lentur, fleksibel dan elastis, sebagaimana
budaya yang tidak akan pernah mengalami kemunduran dan akan menjadi sangat
sempurna jika dipadu dengan agama yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah.
Tidak sedikit yang mengatakan bahwa agama termasuk dalam lingkup budaya. Itupun
jika umat beragama mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan
budayanya, sedangkan bila tidak, maka justru akan menjadikan budaya umat yang
termarginalkan dalam persaingan di dunia pendidikan itu sendiri.
Pemimpin lembaga
pendidikan Islam berusaha untuk menggagas, mengembangkan dan
menginternalisasikan potensi dan nilai-nilai budaya pada lembaganya agar
seluruh warga lembaga pendidikan Islam mampu mempersepsikan dirinya dan mampu
merespon dan berkomunikasi dengan lingkungan lembaganya. Dalam kaitan ini,
budaya organisasi merupakan sebuah nilai dan prilaku yang harus diorientasikan
secara aktif dalam mengembangkan lembaga pendidikan Islam dan memberi bekal
kepada seluruh warganya untuk dapat melukiskan pola implisit, perilaku, dan
emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi.
Antara lembaga
pendidikan Islam dan budaya organisasi terdapat hubungan yang sangat erat dalam
arti keduanya dengan suatu hal sama yaitu nilai-nilai. Seorang pemimpin lembaga
pendidikan Islam mempunyai kemampuan untuk menciptakan budaya dan fungsi budaya
di lembaganya. Dengan terbangunnya pondasi budaya organisasi di lembaga
pendidikan Islam yang kuat, sangat memungkinkan masuknya ide-ide baru ke dalam
lembaga tersebut. Dan apabila seorang pemimpin lembaga pendidikan Islam
melakukan interaksi-interaksi dengan lembaga dari dalam dan luar negeri,
diharapkan nantinya mampu menginspirasi pemimpin lembaga tersebut untuk dapat
mengembangkan budaya yang ada di lembaganya sendiri ke arah yang lebih baik,
demi mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan.
Pembahasan
A.
Pengertian Budaya Organisasi
Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, budaya (culture), diartikan sebagai: pikiran, adat, istiadat,
sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar di
ubah. Dalam pemakaian sehari-hari, biasanya mensinonimkan pengertian budaya
dengan tradisi (tradition). Dalam hal ini tradisi diartikan sebagai ide-ide
umum, sikap dan kebiasaan kelompok dalam masyarakat tertentu. Beberapa
pengertian budaya dalam perspektif para pakar, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Gibson Ivancevich Donnely, Budaya
mengandung pola, baik eksplisit maupun implisit dari dan untuk perilaku
yang dibutuhkan dan diwujudkan dalam simbol menunjukkan hasil kelompok manusia
secara berbeda, termasuk benda-benda hasil ciptaan manusia. Inti utama dari budaya
terdiri dari ide tradisional dan terutama pada nilai menyertai.
2. Menurut Richard A. Shweden, Budaya
sebagai gagasan-gagasan yang bersifat khusus suatu masyarakat berkenaan dengan
hal-hal yang dianggap benar, baik, indah dan efisien yang harus
disosialisasikan dan dibiasakan secara turun temurun
3. Menurut Nedler, Budaya sebagai kebiasaan
yang dikembangkan orang untuk mengatasi perubahan. Suatu budaya
dimanifestasikan terhadap perilaku yang dapat diamati. Suatu kultur juga tidak
berada dalam pemikiran seseorang melainkan berada dalam tindakan nyata. Tetapi
juga tidak berarti bahwa semua tingkah laku orang yang dalam organisasi
merupakan kultur
Sedangkan untuk pengertian budaya
organisasi, antara lain sebagai berikut:
1.Menurut Schein, budaya organisasi adalah pola
asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya
mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara
untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal
dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir
dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan
organisasi.
2.Menurut Tunstal, budaya organisasi adalah
suatu konstelasi umum mengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku,
dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang mengatur pola
aktivitas dan tindakan organisasi, serta melukiskan pola implisit, perilaku,
dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi.
3.Menurut Andrew Brown, budaya organisasi
merupakan pola kepercayaan, nilai-nilai, dan cara yang dipelajari menghadapi
pengalaman yang telah dikembangkan sepanjang sejarah organisasi yang
memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku anggota organisasi.
4.Menurut Wirawan, budaya organisasi adalah
norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan
sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh
pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan
kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga
mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam
memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan.
Budaya organisasi adalah sebuah karakteristik
kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi yang dianut oleh para anggotanya
sehingga membedakan organisasi satu dengan lainnya. Pola dasar budaya merupakan
faktor yang signifikan dalam menentukan efektivitas organisasi. Selain itu,
misalnya budaya suatu lembaga akan berpengaruh juga terhadap bentuk lembaga
tersebut dan yang paling penting adalah budaya berhubungan erat dengan
kualitas. Hal ini dikemukakan Cameron K.S dan Freeman S.J dalam S. Nur Hidayah
terbagi empat pola dasar budaya organisasi, yaitu: (Hidayah, 2016: 28).
a.
Adhocracy culture: menekankan pada
kreativitas, proaktif, dan inovasi dengan
karakteristik yang bersifat flexibel, mudah beradaptasi, dan berorientasi
eksternal.
b.
Clan culture: menekankan pada komitmen karyawan, loyalitas,
keterbukaan, moral, partisipasi,
kerjasama tim, dengan karakteristik yang bersifat flexible dan berorientasi
internal.
c.
Market culture: menekankan pada pencapaian tujuan,
produktivitas, penyelesaian tugas,
keuntungan, serta efisiensi dengan karakteristik yang menyukai kestabilan dan
pengendalian.
d. Hierarchy culture: fokus pada perintah, keseragaman, stabilitas, dan pengendalian. Nilai yang dikembangkan adalah pengambilan keputusan
yang terpusat, prosedurnya adalah pengambilan keputusan yang terpusat,
prosedural, dan pengukuran terstandar.
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa budaya
organisasi membentuk pola nilai-nilai, sikap-sikap, kepercayaan,
kebiasaan-kebiasaan seseorang maupun kelompok dengan mempengaruhi perilaku
kerja dan cara bekerja yang baik dalam organisasi. Di sisi lain juga budaya
organisasi dapat dijelaskan sebagai sistem nilai, kepercayaan, dan
kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi sehingga
menghasilkan norma-norma perilaku.
Pada dasarnya, budaya ini diyakini mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan organisasi. Budaya juga merupakan suatu pola
asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu
karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara
layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang
dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan
masalah tersebut.
B.
Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat
penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku
individu yang ada didalamnya. Menurut Robbins fungsi budaya organisasi sebagai
berikut: (S. P. Robbins, 1996: 294).
1.
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara
satu organisasi dan yang lain.
2.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi.
3.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada
sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual seseorang.
4.
Budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
5.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Dalam pengertian lain, hal ini budaya organisasi
juga mempunyai fungsi yang sejalan dengan yang telah dijelaskan, antara lain
yaitu: Pertama, memberikan identitas
organisasi kepada anggotanya; Kedua,
memudahkan komitmen kolektif; Ketiga,
mempromosikan stabilitas sistem sosial; dan
Keempat, membentuk perilaku
dengan manajer merasakan keberadaannya.
C.
Tipe Budaya Organisasi
Neo dan Mondy membedakan tipe budaya organisasi
dalam dua kelompok, antara lain:
1)
Open and participative culture; dan
2)
Closed and autocratic culture.
Open and participative culture ditandai
oleh adanya kepercayaan terhadap bawahan,
komunikasi yang terbuka, kepemimpinan yang penuh suportif dan penuh perhatian,
penyelesaian secara kelompok, adanya otonomi pekerja, sharing informasi dan pencapaian tujuan yang output-nya tinggi.
Closed and autocratic culture ditandai
oleh pencapaian tujuan output yang tinggi, namun pencapaian tersebut lebih
dinyatakan dan dipaksakan pada organisasi dengan para pemimpin yang otokrasi
dan kuat.
D.
Pembentukkan Budaya Organisasi
Pada hakekatnya budaya organisasi adalah sebuah
pergerakkan kelompok, oleh sebab itu terbentuknya budaya organisasi tidak
terlepas dari dukungan kelompok yang terbentuk dalam waktu yang cukup lama.
Dalam pembentukan organisasi juga tidak terlepas dari seorang leader atau tokoh (top manager) yang
secara ketat menerapkan visi, misi dan nilai-nilai organisasi kepada para
bawahannya, sehingga dalam waktu tertentu menjadi kebiasaan dan dijadikan
acuan oleh seluruh anggotanya untuk bertindak dan berperilaku.
Seperti yang dikutip Ara Hidaya dan Imam Machali
(2012: 99), pembentukan budaya menurut Stephen P. Robbins digambarkan sebagai
berikut:
Dari gambar di atas, menjelaskan bahwa dalam
proses pembentukan budaya organisasi telah melalui tahap-tahap yaitu pendiri
pendiri memili asumsi, persepsi, dan nilai-nilai yang harus diseleksi terlebih
dahulu. Dengan demikian, dari hasil seleksi tersebut akan dimunculkan
kepermukaan yang nantinya menjadi karakteristik budaya organisasi. Berikut ini
penjelasannya:
1. Seleksi. Tujuan eksplisit dari
proses seleksi adalah mengidentifikasi dan memperkerjakan individu-individu
yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan peketjaan
dengan sukse di dalam organisasi itu.
2.
Manajemen Puncak. Tindakan
manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi.
3.
Sosialisasi. Proses adaptasi
karyawan dengan budaya organisasi. Dan terdapat tiga tahap yaitu:
a.
Tahap Pra-kedatangan. Kurun waktu
pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang anggota
(civitas) baru bergabung dengan organisasi itu. Mereka datang dengan
serangkaian nilai, sikap dan perilaku yang telah dimiliki sebelumnya. Disinalah
muncul heteroginitas budaya.
b.
Tahap Keterlibatan. Tahap dalam
proses sosialisasi dimana seorang anggota (civitas) baru menaksirkan seperti
apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan
kenyataan dapat berbeda. Pada tahap ini, sering teradi konflik antara persepsi
semula dengan realitas yang mereka temukan pada organisasi yang baru mereka
masuki. Mereka dituntut untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut selama
masa orientasi berlangsung.
c.
Tahap Metamorfosis. Tahap dalam
proses sosialisasi di mana seorang anggota (civitas) baru menyesuaikan diri
pada norma dan nilai kelompok kerjanya. Mereka sudah bisa menghayati dan
menerima norma-norma organisasi dan kelompok kerja mereka. Disinilah suatu
organisasi akan menerima hasil dari proses sosialisasi yang berupa
produktivitas, komitmen dan perputaran.
E.
Urgensi Budaya Organisasi di Lembaga Pendidikan
Islam
Budaya adalah segala nilai,
pemikiran, serta simbol yang memengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta
kebiasaan seseorang dan masyarakat. Pada awalnya, pemimpin lembaga
pendidikan Islam pasti memiliki visi, misi dan tujuan tertentu yang diberikan
setiap elemen yang ada di lembaga pendidikan Islam. Seorang pemimpin memberi contoh,
kemudian diikuti bawahan. Akhirnya kebiasaan-kebiasaan tersebut akan menjadi
budaya jika semuanya, baik pemimpin maupun bawahan memperaktikkannya Adapun
kaitannya dengan peran budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam, menurut
Purwanto, budaya organisasi memiliki lima peran, yaitu
1.Budaya memberikan rasa memiliki identitas dan kebanggaan
bagi karyawan, yaitu menciptakan perbedaan yang jelas antara organisasinya
dengan yang lain.
2. Budaya mempermudah terbentuknya
komitmen dan pemikiran yang lebih luas daripada kepentingan seseorang.
3.Memperkuat standar perilaku organisasi dalam membagun
pelayanan superior pada pelanggan.
4.Budaya menciptakan pola adaptasi.
5. Membangun sistem kontrol
organisasi secara menyeluruh.
Dalam Islam, Rasulullah SAW
sebagai panutan umat Muslimin, memandang orang lain sebagai manusia yang utuh
dan dianggap sebagai sahabat atau kawan, termasuk kepada pembantunya sendiri.
Rasulullah SAW tidak menganggap pembantunya sebagai bawahan tetapi merupakan
saudara bagi beliau, sehingga apa yang beliau makan dan beliau pakai tidak
berbeda dengan apa yang dimakan dan dipakai oleh pembantunya. Jika pimpinan
lembaga penndidikan mampun meniru sikap yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
ini tentu akan memberikan pengaruh yang berbeda di lembaga pendidikan Islam.
Iklim kerja akan terasa nyaman dan dapat memunculkan berbagai macam
kreativitas-kreativitas baru yang dimunculkan oleh anggota lembaga pendidikan
Islam. Namun jika bawahan berada di bawah tekanan yang begitu kuat dari
pimpinan, maka seorang bawahan tidak akan berprestasi dan hanya akan mengerjakan
apa yang menjadi kewajibannya.
Begitu pentingnya budaya
organisasi di lembaga pendidikan Islam, bisa tercerminkan dari keberhasilan
Rasulullah SAW dalam membentuk suasana kerja yang nyaman kepada para
sahabatnya, hal ini disebabkan oleh sikap beliau yang sangat penyayang kepada
seluruh umatnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran, ayat : 159
Artinya; “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhat ikasar ,tentulah
mereka menjauhkan diri dar isekelilingmu .karena itu ma›afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”
Pada
awal kemunculannya, budaya organisasi yang dibentuk di lembaga pendidikan Islam
biasanya mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendiriannya yang dipengaruhi oleh
cita-cita internal dan tuntutan eksternal yang melingkupinya, sebagai sebuah
fenomena kelompok, proses kemunculan budaya memakan waktu yang cukup lama dan
pada umumnya melibatkan seorang tokoh (pimpinan puncak) yang mengintroduksikan
visi dan misi kepada stafnya, kemudian dijadikan acuan oleh seluruh anggota
kelompok.29 Budaya organisasi yang terbentuk di lembaga pendidikan Islam pada dasarnya
memakan waktu yang tidak sebentar dan tidak jarang yang naik turun dalam proses
pembentukannya. Namun, pada hakekatnya budaya organisasi yang terbentuk di
lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pengalaman setiap elemen secara
komulatif dari pendirinya dan juga dari lingkungan masyarakat sejak lembaga
tersebut berdiri hingga saat ini.
Pada
organisasi yang dikelola dengan baik, setiap orang dalam lembaga pendidikan Islam menganut budaya mereka. Budaya yang kuat berperan
dalam dua hal, yaitu:
1. Mengarahkan perilaku. Karyawan
mengerti bagaimana harus bertindak dan apa yang diharapkan dari mereka.
2. Budaya yang kuat memberi karyawan
pengertian akan tujuan, dan membuat mereka berpikiran positif terhadap
perusahaan. Mereka mengerti apa yang ingin dicapai perusahaan mencapai sasaran
tersebut. Budaya berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Jika
organisasi memiliki budaya yang kuat, organisasi dan karyawannya akan memiliki
perilaku yang seiring dan sejalan
Kesimpulan
Budaya
organisasi merupakan perekat, pemersatu, identitas, citra, brand,
pemacu-pemicu, kepercayaan, nilai, norma perilaku yang diterima dan
disosialisasikan secara berkesinambungan sebagai pembentuk karakteristik
lembaga pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan eksternal dan integrasi
internal, serta merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari,
dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus, serta budaya organisasi
merupakan suatu cara pandang yang sama bagi sebagian besar orang terhadap
lembaga pendidikan Islam.
Budaya organisasi dibentuk oleh
pemimpin lembaga pendidikan Islam dan juga merupakan salah satu fungsi dari
pemimpin tersebut yang sangat menentukan. Pengaruh pemimpin lembaga pendidikan
Islam pada pembentukan budaya organisasi, menjadi inti dari budaya awal lembaga
pendidikan tersebut. Urgensi budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam dapat
mengembangkan budaya yang telah ada di lembaga tersebut menuju arah
keberhasilan dan kesuksesan yang lebih baik lagi dalam mencapai sasaran-sasaran
yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
Djatmiko, Yayat Hayati. 2008. Perilaku Organisasi. Bandung: PT. Alfabeta.
Greenberg, Jerald dan Robert A. Baron. 1997. Behavior
in Organizations, Understanding
and Managing The Human Side of Work. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen
Syariah dalam Praktik. Jakarta:
Harrison, Laurence dan Huntington. 2000. Culture
Matters, How Values Shape Human
Progress.
New York: Basic Books.
Komariah, Aan dan Chepi Triatna. 2006. Visionary
Leadership: Menuju Sekolah Efektif.
Bandung: Bumi Aksara.
Marno dan Triyo Supriyatno. 2009. Manajemen
dan Kepemimpinan Pendidikan Islam.
Bandung: Refika Aditama.
Mohyi, Ach. 1999. Teori Dan Perilaku Organisasi. Malang: UMM Press.
Nawawi, Hadari. 2006. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Purwanto, Ngalim. 2008. Budaya Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku
Organisasi, Edisi.5. Jakarta: Erlangga.
Saefullah, U. 2012. Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Siagian, Sondang P. 2002. Kiat
Meningkatkan Produktivitas Kerja.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Sobirin, Ahmad. 2009. Budaya Organisasi (Pengertian,
Makna dan Aplikasinya dalam
Kehidupan
Organisasi). Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan
Penerapannya dalam Pemasaran.
Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Tika, Moh. Pabundu. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan
Kinerja Perusahaan.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.